• Tantangan Baru Kepala Staf AU Suriah Era Al Shara


    Pemerintah Suriah secara resmi mengangkat Asim Rasyid Al-Hawari sebagai Kepala Staf Angkatan Udara Suriah, sebuah langkah strategis yang menandai awal baru bagi struktur militer udara negara itu di era Presiden Ahmed Al Shara. 

    Pengangkatan ini tidak hanya sekadar rotasi jabatan, melainkan simbol dari komitmen pemerintah baru untuk membangun kembali kekuatan udara Suriah yang porak-poranda akibat perang saudara selama lebih dari satu dekade. Al-Hawari, seorang perwira senior yang dikenal tegas dan visioner, kini memikul tugas berat untuk menghidupkan kembali kekuatan strategis yang dulu disegani di kawasan Timur Tengah.

    Konflik berkepanjangan di Suriah telah menyebabkan kehancuran besar pada infrastruktur militer, terutama angkatan udara. Data dari pengamat militer regional menunjukkan bahwa hanya sekitar 30 hingga 40 persen dari total armada pesawat tempur Suriah yang masih dianggap layak terbang. Pesawat-pesawat lama seperti MiG-21 dan Su-22 banyak yang telah rusak berat atau tidak bisa dioperasikan karena kurangnya suku cadang dan embargo internasional yang masih berlangsung.


    Al-Hawari diangkat dalam konteks yang penuh tantangan, namun juga membawa peluang. Di bawah kepemimpinan Presiden Al Shara yang menjanjikan reformasi struktural dan modernisasi militer, Al-Hawari dituntut untuk bergerak cepat merumuskan peta jalan pemulihan Angkatan Udara Suriah. Prioritasnya adalah mengevaluasi armada yang tersisa, memperkuat sistem pertahanan udara, serta membangun kembali pangkalan-pangkalan udara strategis yang rusak.

    Pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) menjadi isu utama dalam masa jabatannya. Dengan sumber daya terbatas dan isolasi diplomatik, Suriah harus cerdas memilih mitra strategis. Rusia dan Iran tetap menjadi pemasok utama peralatan militer, namun belakangan muncul spekulasi tentang kemungkinan kerja sama teknis terbatas dengan Turkiye, terutama melalui perusahaan swasta yang tidak terkait langsung dengan kepentingan politik Ankara.

    Modernisasi sistem avionik dan persenjataan udara menjadi prioritas Al-Hawari. Beberapa pesawat MiG-29 dan Su-24 yang masih bisa dioperasikan direncanakan akan dimodifikasi agar memiliki daya jelajah dan presisi yang lebih tinggi. Namun tanpa dukungan teknis dan suku cadang yang stabil, ambisi ini akan sulit dicapai sepenuhnya dalam waktu singkat.

    Pelatihan kembali personel udara, khususnya para pilot tempur muda, menjadi elemen penting dari reformasi AU Suriah. Banyak pilot senior gugur atau hengkang selama perang, sehingga regenerasi SDM menjadi kebutuhan mendesak. AU Surish diusulkan melakukan pelatihan gabungan dengan Turkiye dkk, termasuk beasiswa bagi kadet ke luar negeri demi meningkatkan kompetensi dan wawasan militer udara modern.

    Salah satu kekuatan AU yang harus disempurnakan adalah membangun kembali kekuatan drone tempur Suriah. Dalam kondisi terkini UAV memainkan peran penting tidak hanya dalam pengintaian, tetapi juga sebagai alat serangan presisi rendah biaya. Suriah harus mampu melakukannya secara mandiri dengan menggunakan keahlian warganya. 

    Divisi rudal balistik dan rudal udara ke permukaan juga termasuk dalam agenda reformasi. Meskipun Suriah memiliki sistem rudal S-200 dan Buk-M2E, kemampuan ini dinilai belum memadai untuk menghadapi kekuatan udara seperti Israel. Al-Hawari diharapkan dapat mendorong percepatan pengadaan rudal pertahanan generasi baru serta peningkatan akurasi rudal-rudal taktis buatan lokal.

    Pelanggaran wilayah udara Suriah oleh Israel selama beberapa tahun terakhir menjadi motivasi besar di balik pengangkatan Al-Hawari. Serangan-serangan udara yang melintasi Irak dan Suriah sebelum menghantam target di Iran menunjukkan betapa lemahnya kendali Suriah atas langitnya sendiri. Ini menjadi luka terbuka bagi militer Suriah, dan Al-Hawari harus mampu memperbaiki keadaan.

    Di sisi lain, kehadiran Al-Hawari juga menjadi sinyal bagi komunitas internasional bahwa Suriah di bawah Presiden Al Shara sedang mencoba membangun kepercayaan baru. Reformasi militer bukan hanya untuk tujuan pertahanan, tetapi juga untuk menegaskan kedaulatan negara dan mengakhiri era intervensi sepihak atas nama keamanan regional.

    Kehadiran pangkalan udara asing, AS dkk, di beberapa wilayah Suriah turut menambah kompleksitas. Al-Hawari menyadari bahwa penguatan AU Suriah tidak bisa dilepaskan dari isu politik dan geopolitik, termasuk bagaimana membatasi ruang gerak kekuatan asing yang selama ini leluasa menggunakan wilayah udara Suriah untuk kepentingannya sendiri.

    Al-Hawari juga menyusun strategi jangka panjang untuk membangun industri pertahanan udara dalam negeri. Ini termasuk pelatihan teknisi lokal, pembangunan pusat perawatan pesawat dan sistem radar, serta pengembangan perangkat lunak untuk sistem kontrol dan komunikasi udara. Meskipun infrastruktur sangat terbatas, visi ini diyakini penting untuk kemandirian militer Suriah di masa depan.

    Salah satu kendala besar adalah anggaran pertahanan yang menyusut. Krisis ekonomi yang menghantam Suriah setelah perang menyulitkan realisasi program ambisius tersebut. Namun Presiden Al Shara dilaporkan telah memberikan mandat khusus kepada Al-Hawari untuk memprioritaskan alokasi sumber daya bagi pembangunan ulang AU sebagai proyek simbolik nasional.

    Kepala Staf baru ini juga menyuarakan perlunya mengembalikan semangat patriotisme dan disiplin militer di lingkungan angkatan udara. Ia berencana memperkenalkan sistem evaluasi dan rotasi berbasis kompetensi guna memastikan hanya personel terbaik yang mengisi posisi strategis dalam struktur komando AU.

    Tak hanya mengandalkan kekuatan udara konvensional, Al-Hawari juga mulai menelaah kemungkinan doktrin baru yang melibatkan perang hibrida, termasuk integrasi intelijen siber dan pemanfaatan AI dalam sistem pertahanan udara otomatis. Ia mengundang pakar-pakar muda Suriah yang sebelumnya bekerja di luar negeri untuk kembali dan ikut membangun kembali kekuatan nasional.

    Dengan dukungan politik langsung dari Presiden Al Shara, Al-Hawari berada dalam posisi strategis untuk melakukan terobosan. Namun ia juga tahu bahwa waktunya tidak banyak. Tekanan dari luar, tantangan internal, serta ketidakpastian regional menuntut langkah cepat dan tepat dalam mereformasi seluruh elemen Angkatan Udara Suriah.

    Dibuat oleh AI
    loading...
  • 0 comments:

    Post a Comment